Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Jejak Ya’juj dan Ma’juj di Eropa

Jejak Ya’juj dan Ma’juj di Eropa

Oleh: Harun Husein

“Saya lebih baik menusukkan pedang ke tubuh saya daripada menyaksikan Palestina dicabut dari Daulah Islamiyah.”

Ya’juj dan Ma’juj atau Gog dan Magog, bukanlah aktor yang populer. Kitab suci berbagai agama, baik Islam, Kristen, maupun Yahudi, menggambarkan Ya’juj dan Ma’juj secara buruk. Tapi, bukan berarti tak ada tempat yang nyaman buat Ya’juj dan Ma’juj.

Kota London adalah tempat dimana Ya’juj dan Ma’juj mendapat perlakuan yang lebih baik. Di jantung Inggris Raya, itu, Ya’juj dan Ma’juj ditempatkan di gedung Guildhall. Sebuah bangunan bersejarah yang pernah menjadi balai kota London selama beratus tahun.

Tapi, kisah Ya’juj dan Ma’juj di gedung tersebut, juga berbeda versi dengan kitab suci, baik Alquran, Injil, maupun Taurat. Ya’juj dan Ma’juj di sana dikaitkan dengan sebuah legenda.

Konon, Brutus, raja Inggris Raya yang merupakan keturunan pahlawan Troy, Aenes, berhasil mengalahkan Ya’juj dan Ma’juj. Kemudian, merantai kedua raksasa setinggi tujuh kaki itu di istananya, yang kini menjadi situs Guildhall.

Alhasil, kendati gambaran Alkitab tentang Ya’juj dan Ma’juj adalah negatif, wali kota London tetap membawa patung Ya’juj dan Ma’juj untuk diarak di acara Lord Mayor Show, sebuah seremoni tahunan yang digelar sejak abad ke-16.

Patung Ya’juj dan Ma’juj tersebut mulai dilibatkan dalam proses yang digelar pada Sabtu kedua setiap November, itu, sejak era Raja Henry V. Bahkan, Ya’juj dan Ma’juj diagungkan sebagai pelindung Kota London. Entah bagaimana sebenarnya Ya’juj dan Ma’juj ini dalam masyarakat Inggris. Karena, semuanya serba kontradiktif.

Masyarakatnya membaca Bibel yang menggambarkan Ya’juj dan Ma’juj secara negatif, tapi legendanya menyebut Ya’juj dan Ma’juj sebagai figur yang dikalahkan dan dirantai oleh Raja Inggris, dan pada saat bersamaan dipuja sebagai pelindung Kota London tak ubahnya figur santa.

Fakta tentang Ya’juj dan Ma’juj yang diarak dalam parade tahunan di Kota London, tentu saja akan memancing reaksi. Salah satunya nongol di Yahoo Answer. “Siapa Ya’juj dan Ma’juj dan bagaimana mereka mempunyai hubungan dengan Inggris?” demikian salah satu pertanyaan yang diajukan.

Karena pertanyaan itu bak dilemparkan ke forum bebas, umumnya para penjawab justru mengutip Alquran, Injil, dan Taurat. Maka, dimaki-makilah Ya’juj dan Ma’juj sebagai setan, dan lain sebagainya. Tak ada jawaban pasti mengapa Ya’juj dan Ma’juj berkaitan dengan Inggris, kecuali nukilan cerita-cerita dan legenda, yang tentu saja sulit diverifikasi kesahihannya.

Tapi, apakah mungkin Ya’juj dan Ma’juj yang diarak keliling London selama berbilang abad, ditempatkan di situs penting dan bersejarah, diklaim sebagai pelindung Kota London, juga dipuja sebagai Champion of London, hanya sebuah seremoni yang berdasarkan mitos dan legenda? Bagaimana bila ternyata, simbol-simbol itu juga berkaitan dengan realitas?

Ahli eskatologi Islam, Imran Hosein, setelah mengkaji surah al-Anbiya ayat 95-96, sampai pada kesimpulan bahwa Ya’juj dan Ma’juj-lah yang telah membawa orang-orang Yahudi kembali ke Yerusalem, setelah Bani Israil terusir dari Tanah Suci selama dua millennium. Dan, negara yang paling banyak berperan dalam hal ini, tidak lain dan tidak bukan adalah Inggris.

Gerakan kembali ke Tanah Suci untuk mendirikan Negara Yahudi, mulai bergema pada 1800-an, menjelang keruntuhan Khilafah Turki Usmani. Gerakan itu bernama Zionisme. Melihat kondisi ekonomi Khilafah Usmani sedang goyah, pada 1901, salah satu pendiri Zionisme, Theodor Herlz, mendatangi Istanbul, dengan niat menemui Sultan Abdul Hamid II. Dia menawarkan membeli Palestina dengan harga 150 juta pound emas, sehingga Usmani bisa membayar utang-utangnya.

Abdul Hamid II, sultan terakhir Usmani, menolak menemui Herlz. Lewat salah seorang menterinya, dia mengirim pesan yang berbunyi: “Katakan kepada Tuan Herlz untuk tidak mengambil langkah lebih lanjut. Saya tidak bisa memberikan sejengkal pun tanah yang bukan milik saya sendiri, tapi milik umat Islam.”

“Untuk mendapatkan tanah itu, umat Islam berjuang mengorbankan jiwa. Darah mereka tertumpah di atas tanah itu. Orang-orang Yahudi silakan menyimpan uangnya. Jika suatu hari Khilafah Islamiyah ini dihancurkan, maka mereka bisa mengambil Palestina tanpa perlu membayar.”

“Tapi, selama saya masih hidup, saya lebih baik menusukkan pedang ke tubuh saya daripada menyaksikan Tanah Palestina dicabut dari Daulah Islamiyah. Ini tidak akan terjadi. Saya tidak akan memulai memotongi tubuh kami, selama kami masih hidup.”

Riwayat lain menyebutkan bahwa Sultan Abdul Hamid II juga berkata, “Meskipun Anda memberikan emas sepenuh bumi, saya tidak akan menerimanya. Saya telah melayani Millat Islamiyah dan ummat Muhammad lebih dari 30 tahun, dan tidak akan membuat lembaran hitam untuk umat Islam, ayah saya, nenek moyang saya, dan para sultan dan khalifah Usmani.”

Pada 1909, Sultan Abdul Hamid II dilengserkan oleh Turki Muda yang dipimpin Kemal Ataturk. Turki Muda kemudian menunjuk Mahmud Rasyid – saudara Abdul Hamid II— sebagai sultan, namun dia hanyalah simbol yang relatif tak memiliki kekuasaan.

Akhir 1914, Inggris mengumandangkan perang melawan Khilafah Usmani. Dua bulan setelahnya, Herbert Louis Samuel, politisi liberal Inggris—yang belakangan menjadi orang Yahudi pertama yang memimpin partai besar di Inggris—mengajukan memorandum bertajuk “Masa Depan Palestina”, kepada Kabinet Inggris. Dia meminta perlindungan Inggris untuk mendukung imigrasi Yahudi ke Palestina. Dia tak bertepuk sebelah tangan.

Pada 2 November 1917, pemerintah Inggris mengeluarkan Deklarasi Balfour. Deklarasi ini adalah sebuah surat dari Menteri Luar Negeri Inggris, James Balfour, kepada pemimpin komunitas Yahudi Inggris, Baron Rothschild. Isinya, pemerintah Inggris mendukung pendirian Tanah Air untuk orang Yahudi di Palestina, dan akan melakukan usaha terbaik agar tujuan itu tercapai.

Hanya sebulan kemudian, pasukan Inggris di bawah pimpinan Jenderal Allenby, telah memasuki Yerusalem. Inggris mengambil alih kontrol atas Palestina, setelah mengalahkan tentara Usmani pada Perang Yerusalem.

Usmani saat itu memang sudah sangat lemah. Setelah kalah pada Perang Dunia I, pada tahun 1924, Khilafah Usmani pun bubar. Jenderal Allenby memasuki Yerusalem dengan berjalan kaki, dari arah yang dulu digunakan Khalifah Umar saat memasuki Yerusalem. Salah satu pernyataan Allenby yang terkenal adalah: “Baru sekaranglah Perang Salib berakhir.”

Dan, cerita pun berlanjut. Pada 14 Mei 1948, Negara Israel dideklarasikan oleh David Ben-Gurion, Ketua Organisasi Yahudi Internasional. Sejak saat itu, Timur Tengah tak pernah berhenti bergolak. Lantas, apakah hanya yang membawa orang-orang Yahudi ke Tanah Suci, yang menjadi kandidat Ya’juj dan Ma’juj?

Bagaimana dengan orang-orang Yahudi sendiri? Soal ini pun menarik untuk ditelusuri. Betapa tidak, lebih dari 90 persen Yahudi di muka bumi, dan sebagian besar yang mendirikan Negara Israel dan mendiaminya, adalah Yahudi Ashkenazi. Banyak tokoh yang menuding Yahudi Ashkenazi bukan keturunan Ibrahim, Ya’qub, dan Ishak. Antara lain Ernest Renan dan Arthur Koestler.

Arthur Koestler dalam bukunya, The Thirteenth Tribe mengemukakan teori bahwa Yahudi Ashkenazi bukanlah keturunan Semit, tapi keturunan Khazaria.

“Orang-orang yang nenek moyangnya bukan dari Yordania, tapi dari Volga. Bukan dari Kanaan, tapi dari Kaukasus. Orang-orang yang secara genetik lebih dekat kepada bangsa Hun, Uighur, dan Magyar, ketimbang benih dari Ibrahim, Ishak, dan Ya’qub.”

Imperium Khazaria pernah menguasai Asia Tengah. Pada abad ke-8, penguasanya tiba-tiba memeluk agama Yahudi. Di masa jayanya, dari barat ke timur, imperium Khazar membentang dari Eropa Timur hingga Asia Tengah. Sedangkan dari utara ke selatan, membentang dari Volga hingga Kaukasus.

Mengutip sumber-sumber Arab abad ke-10, Arthur Koestler menggambarkan orang Khazar bertubuh besar, berkulit putih, bermata biru, dan rambut panjang kemerahan, dan sikapnya dingin. Namun, secara umum, tabiatnya liar. Mereka tinggal di kawasan yang dingin dan basah, bersuhu hingga 7 derajat Celsius.

Para sejarawan dan ahli geografi Muslim abad ke-10, mencatat bahwa orang Khazarialah yang saat itu dicurigai sebagai Ya’juj dan Ma’juj. Merekalah yang diduga dikurung di Ngarai Daryal, pegunungan Kaukasus.

Dan, setelah Kerajaan Khazaria diterjang gelombang pasukan Mongol pimpinan Jengis Khan, yang diikuti serangan orang-orang Rus, Imperium Khazaria di kawasan Eurasia pun bubar. Mereka kemudian berpencar ke Eropa Timur seperti Krimea, Polandia, Hungaria, dan Rusia.

Dan, kendati imperium Khazaria pernah berdiri megah selama berbilang abad, aneh bin ajaib karena tak ada lagi saat ini di muka bumi orang yang mengaku suku atau bangsa Khazaria. Ternyata, mereka telah bermetamorfosa menjadi Yahudi Ashkenazi.

Teori ketidakaslian Yahudi Ashkenazi itu belakangan dibenarkan oleh penelitian DNA yang antara lain dilakukan oleh Eran Elhaik dari Universitas John Hopkins, AS. Dia mendapati komponen Kaukasia pada orang Yahudi Ashkenazi sangat besar. Mereka lebih identik dengan orang Eropa ketimbang Timur Tengah.

Bahkan, dari sisi DNA, orang Arab Palestina saat ini lebih dekat dengan Yahudi semit ketimbang Yahudi Ashkenazi. “Ya’juj adalah aliansi Anglo-Amerika-Israel, sedangkan Ma’juj adalah Rusia,” simpul Imran Hosein. Wallahu a’lam.


Buka juga :
Sajian Bagus
Sajian Bagus Sajian Bagus adalah blog yang menyajikan postingan yang bagus supaya dapat berguna dan bermanfa'at bagi yang membacanya. Silahkan kunjungi terus situs ini, dan bagikan jika dirasa bermanfaat agar orang lain mengetahuinya. Sebarkan kebaikan dimanapun dan kapanpun.

Post a Comment for "Jejak Ya’juj dan Ma’juj di Eropa"